Siapa sih waktu kecil yang nggak punya mimpi ingin jadi dokter, polisi, atau astronaut pas udah dewasa? Pasti waktu kecil ga kepikiran untuk bermimpi ingin jadi manajer perusahaan, kan? Yaa namanya juga hidup kan ga selalu sesuai rencana. Setelah berjuang keras selama ini, akhirnya kamu berhasil jadi manajer! Selamat ya!
Meskipun agak beda dari mimpi masa kecil, tapi jabatan baru ini keren banget kan? Semoga gaji kamu juga naik banyak ya! Nah, sekarang gimana nih rasanya jadi bos baru?
Jadi manajer itu pada dasarnya sama dengan menjadi spesies profesional yang benar-benar baru. Kamu harus cepat-cepat beradaptasi dengan lingkungan kerja yang kadang bikin pusing. Kamu harus lebih disiplin, lebih cerdas secara emosional yang berkembang di lingkungan kerja yang paling tidak bersahabat atau lingkungan yang mungkin hanya kamu lihat dari jauh atau bahkan tidak pernah kamu lihat sama sekali. Tapi tenang aja, pasti kamu bisa kok! Kamu bakal jadi pemimpin yang hebat.
Sebelum kita bahas lebih lanjut soal jadi bos baru, yuk kita rayakan dulu kesuksesan kamu!
Awal mula jadi Manajer, kamu akan merasa sering sakit kepala dan sering Bingung. Tahu kenapa ?
Jadi, Sekarang kamu mendapat promosi. Momen penentu karier yang disertai kekuatan baru. Saya coba ingat tentang kutipan dari Film Spiderman yang terkenal, isi kutipannya apa ya.. hmm.. Ah ya: Kekuatan besar disertai tanggung jawab besar….Dan sakit kepala. Banyak sekali sakit kepala. Saya rasa Paman Ben lupa bilang soal bagian sakit kepala itu, deh.
Mari kita bahas secara spesifik apa yang membuat perubahan ini terasa seberat paku yang seakan ditancapkan di dalam tengkorakmu. karena jika kamu dapat memahami siapa atau apa yang menyebabkan rasa sakit, pasti lebih mudah cara mengatasinya.
#1: Kamu berhadapan dengan politik kantor untuk pertama kalinya
Kamu dulu senang bekerja sendirian. Kamu mungkin hanya fokus pada tugasmu, menjadi teman yang baik, dan berkontribusi pada tim. Pasti pernah ada saat-saat kamu harus berurusan dengan politik kantor yang rumit, tapi itu ga seberapa dibandingkan dengan terus-menerus bermain "permainan" politik yang sekarang ini harus kamu jalani.
Dunia kerja kamu akan terbuka pada kenyataan yang menyedihkan: pekerjaan itu penting, tapi tempat kerja juga sama pentingnya. Setiap keputusan yang kamu ambil akan berdampak pada seluruh departemen, tim, manajer, dan bos-bos. Kamu harus bisa menyeimbangkan kebutuhan bisnis dengan kepribadian masing-masing, semuanya agar semua orang senang. (Spoiler: selamat datang di dunia yang penuh tantangan!)
#2 Kamu tidak pernah dilatih untuk hal seperti ini.
Tidak semudah mengambil jurusan di perguruan tinggi untuk masuk ke "sekolah" manajemen. Tentu, ada program pendidikan yang membantu mengajarkan teori manajemen. Namun, seberapa sering kehidupanmu berjalan sesuai rencana yang sederhana itu?
Tidak hanya itu, perusahaan pada umumnya tidak menyediakan pelatihan sedikit pun bagi para manajer. Kamu akan dilempar ke medan perang, mencoba mencari tahu semuanya dari awal.
Misalnya, tahukah Kamu…:
Bagaimana menjalankan pertemuan 1:1 yang produktif?
Bagaimana memberikan umpan balik yang mendalam?
Bagaimana cara membuat laporan Anda berkembang menjadi profesional yang lebih baik?
Bagaimana mengadvokasi tim Anda dengan memperjuangkan anggaran dan prioritas yang akan mengarah pada keterlibatan dan retensi mereka yang berkelanjutan?
Coba bayangkan, anggap dirimu sedang beruntung, ketika kamu memiliki manajer yang pengertian dan berpengalaman yang mendampingi kamu selama peralihan profesi menjadi Manajer selanjutnya. Nyatanya, Lebih sering, kamu harus mengandalkan penelitian, membaca, dan belajar dengan gagal berulang kali hingga kamu mulai menemukan jawabannya sendiri.
#3 Kamu akan mengecewakan orang lain
Tidak masalah seberapa bijaksana, penuh pertimbangan, atau seberapa hebat kamu menganggap dirimu. Di suatu tempat dalam perjalanan baru kamu ini, kamu akan mengecewakan seseorang. sangat mengecewakan. Saya jamin itu.
- Mungkin orang itu yang mengajarkan kamu semua yang kamu ketahui semasa menjadi staff dan sekarang kamu harus membuat keputusan sulit memilih orang lain untuk naik jabatan karena kamu melihat potensi yang lebih besar dari dalam diri orang lain.
- Mungkin itu bos kamu, saat kamu berjuang demi prioritas timmu, tapi akhirnya ditolak. Kemudian, kamu harus menyampaikan kabar buruk itu kepada timmu.
- Mungkin itu dirimu sendiri. Kita semua berpikir kita akan berbeda karena sudah berada pada peran manajemen, tapi ternyata kita sendiri juga bisa melakukan kesalahan.
Transisi adalah perjalanan emosional yang tidak akan pernah dapat kamu persiapkan sebelumnya. Membaca tentang impostor syndrome adalah satu hal; tapi mengalaminya sendiri itu lain lagi. Kamu akan mulai mempertanyakan diri sendiri.
Kalau kamu merasa lebih baik, itu bukan hanya impostor syndrome. Kamu juga akan sering melakukan kesalahan!
Apa yang tidak boleh dilakukan?
Baiklah, jadi saya telah membahas beberapa alasan mengapa beralih dari kontributor individu menjadi manajer pertama kali adalah karier yang setara dengan menjadi manusia pertama yang mendarat di Mars. Itu sangat mengasyikkan dan kamu merasa seperti pelopor sejati. Namun, itu juga sangat berbahaya, sepi, dan tidak nyaman.
Lantas, Apa yang bisa kamu lakukan dari sini ?
Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah kamu harus sadar tentang apa yang kamu bisa hentikan terkait perilaku yang dulu dapat diterima pada saat kamu masih menjadi seorang IC (Individual Contributor), karena sekarang sudah tidak lagi cocok untuk seorang pemimpin yang berkualitas.
#1: Berhentilah percaya bahwa kamu bisa terus melakukan pekerjaan yang sama
Kita semua pernah membuat kesalahan naif ini. Kamu mendapatkan gelar 'Manajer' yang baru, tetapi entah bagaimana masih berpikir bahwa kamu dapat terus melakukan pekerjaan taktis dan tingkat dasar yang sedang dilakukan oleh timmu.
Kamu harusnya tidak bisa seperti itu lagi.
Saya serius. Pada awalnya semua orang mengatakan mereka mengerti hal ini, tetapi mereka tidak benar-benar memahaminya. Berhentilah sejenak, perlahan-lahan dan biarkan hal ini meresap.
Hidupmu sebagai kontributor individu sudah berakhir.
Kamu harus mengubah pola pikirmu untuk membantu timmu bekerja, bukan kamu yang mengerjakan semuanya sendiri. Kamu mungkin pernah menjadi seorang insinyur, desainer, atau analis yang luar biasa. Tetapi sekaranglah saatnya untuk menjadi seorang pelatih, fasilitator, dan pemimpin.
Kalau kamu tetap mengerjakan semua sendiri, kamu akan kewalahan dan tidak punya waktu untuk fokus pada tugas yang lebih besar sebagai manajer. Tapi, Kalau kamu terlalu ngatur-ngatur kerjaan mereka dan ga ngasih mereka kebebasan buat kerjain tugasnya sendiri, bisa-bisa mereka malah kesel sama kamu. Yang lebih parah lagi, kamu bisa bikin mereka gagal kalau ga pernah bantu mereka buat berkembang dalam karir, ga pernah bela mereka di tim, dan ga pernah nunjukin visi yang jelas buat masa depan tim. Intinya, kamu harus bisa jadi pemimpin yang bisa dipercaya dan ngasih mereka ruang buat berkembang.
Sekali lagi, katakan yang keras bersama-sama :
Hidupmu sebagai kontributor individu telah berakhir.
#2: Stop mikirin kesuksesan itu cuma tentang diri kamu sendiri.
Mungkin kamu selalu jadi karyawan teladan yang kerja keras, gak pernah telat ngumpulin tugas, dan selalu mau ikutan proyek baru. Mungkin kamu percaya kalau itu kunci buat sukses dalam karir. (Dan mungkin itu bener.)
Tapi, sekarang kamu jadi manajer, gaya kerja individualis itu gak bakal berhasil. Pekerjaan kamu bukan lagi tentang seberapa hebat, berbakat, atau rajin kamu. Sekarang, tugas kamu adalah menumbuhkan sifat-sifat itu dalam tim kamu dan bantu mereka jadi yang terbaik, baik secara individu maupun kolektif.
Ke depannya, kontribusi kamu harus lewat orang lain, bukan kamu yang langsung ngasih hasil sendiri.
#3: Berhentilah menyelesaikan setiap masalah sendiri
Kamu kan udah terbiasa kerja sendiri, jadi tiap ada masalah, pasti langsung pengen cepetan diselesain sendiri. Apalagi kalau udah tahu banget caranya dan bisa nemuin solusi keren. Tapi, tahan keinginan itu sebisa mungkin.
Kamu mungkin berpikir kamu dapat membantu dan lebih efisien kalau ngerjain semua masalah sendiri. Tapi sebenarnya, kamu malah bikin tim kamu susah berkembang. Mereka akan jadi:
Intinya mah mereka ga punya kesempatan buat belajar dan ngerasain sendiri gimana caranya ngatasi masalah. Padahal, dengan belajar dari kesalahan, mereka bisa jadi lebih mandiri dan kreatif. Terus, kalau kamu selalu jadi pahlawan penyelamat, nanti mereka malah jadi ketergantungan sama kamu.
Jangan biarkan hal tersebut terjadi.
Ketika masalah muncul, paksa dirimu untuk bertanya daripada memberikan jawaban. Dorong timmu untuk menemukan solusi dan proposal mereka sendiri. Pandu mereka melalui proses menyelidiki akar masalah, mempertimbangkan pendekatan yang berbeda, dan menguraikan implikasi potensial. Sebanyak apapun itu mungkin menyakitkanmu, jangan secara refleks melompat dengan "beginilah cara kita menyelesaikan masalah ini."
Kamu sekarang adalah pelatih di pinggir lapangan yang memberikan perspektif dan kebijaksanaan, bukan pemain bintang.
Apa yang harus dimulai?
Sudah cukup tentang hal-hal yang harus kamu hentikan. Mari kita berikan beberapa saran yang lebih positif dan membangun tentang jenis perilaku yang harus kamu mulai terapkan sebagai manajer baru
#1 Mulai bersikap sangat transparan dan membangun kepercayaan
Salah satu hal terpenting buat jadi pemimpin yang sukses adalah membangun dan menjaga kepercayaan. Kalau ga ada kepercayaan ini, semuanya bisa jadi kacau—pengambilan keputusan jadi ga jelas, orang-orang pasti merasa dibohongi, dan suasana kerja jadi ga nyaman kayak kena virus.
Cara ngatasinya adalah dengan selalu terbuka dalam segala hal. Terus terangin alasan di balik setiap keputusan yang kamu ambil, meskipun ada hal yang belum pasti atau berisiko. Misalnya:
- Kalau kamu harus pilih antara dua hal penting karena ada arahan dari atasan, jelasin aja alasannya.
- Kalau kamu ga bisa nambah orang atau anggaran buat tim, jelasin kenapa.
- Kalau kamu terus-terusan tunda masalah yang penting buat tim, jujur aja alasannya kenapa.
Ingat: orang ga bisa nebak-nebak sendiri—mereka ga punya semua informasi yang kamu punya (dan mereka ga bisa baca pikiran kamu).
Keterbukaan dan kepercayaan bakal bikin tim kamu merasa aman dan punya informasi yang cukup buat kerja maksimal.
#2 Mulai keluar dari zona nyamanmu!
Dulu, sebagai individu, kamu mungkin bisa fokus pada skill dan tugas yang sesuai dengan bakat alami kamu. Kalau kamu introvert, kamu bisa fokus pada kerja solo. Kalau kamu ekstrovert, kamu mungkin suka peran yang melibatkan interaksi dengan orang lain. Kalau kamu suka coding, ya coding. Kalau kamu suka desain visual, kamu bisa desain sepanjang hari.
Tapi, sekarang kamu jadi manajer, jadi semuanya berbeda. Kamu harus bisa mengerjakan banyak tanggung jawab dan disiplin yang berbeda.
- Mungkin kamu harus belajar berbicara di depan umum untuk mempromosikan kerja tim kamu dan meningkatkan profil mereka.
- Atau mungkin kamu harus bernegosiasi untuk kontrak, anggaran, atau jumlah karyawan.
- Mungkin juga kamu harus jadi ahli cerita data untuk mendapatkan dukungan untuk rencana kerja dan visi kamu.
Kamu harus menemukan cara untuk mengembangkan keterampilan baru dan cara mengatasi situasi-situasi yang tidak nyaman yang muncul saat menjadi manajer.
Berikan diri kamu banyak kesempatan untuk berkembang menjadi pemimpin yang seimbang, mampu menciptakan fokus, dan mencapai hasil melalui orang lain.
#3 Mulai jadi pembela dan pendukung tim kamu!
Kamu harus mulai secara aktif membela tim kamu dan berjuang memastikan mereka punya semua sumber daya, dukungan, dan kesempatan yang mereka butuhkan dari organisasi yang lebih besar. Kamu harus berkomitmen untuk selalu berjuang untuk prioritas tim kamu, perkembangan karir mereka, dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.
Ini artinya:
- Kamu harus melakukan percakapan yang sulit dengan manajer kamu atau dengan tim lain kalau beban kerja tim kamu terlalu berat atau hasil kerja mereka terhambat oleh ketergantungan yang tidak produktif.
- Kamu harus mendorong promosi untuk tim kamu, meskipun waktunya atau anggarannya tidak ideal.
- Kamu harus mengungkapkan kebenaran tentang hal-hal yang perlu diubah dalam organisasi agar karyawan tetap semangat dan tidak keluar dari perusahaan.
Dengan kata lain, ini berarti kamu harus berani mengambil risiko untuk membela orang-orang yang mengandalkan kamu sebagai pemimpin mereka. Ini membutuhkan perubahan cara berpikir yang berbeda, yaitu memprioritaskan pembelaan tim daripada pencapaian pribadi.
Berjuanglah untuk tim kamu, agar mereka punya ruang dan motivasi untuk memberikan hasil terbaik.